Rabu, 20 Februari 2013

My Extraordinary

Maaf ya, jika ternyata blogku ini lebih banyak postingan tentang curhatanku dalam dunia introvert yang kurasakan. Maklum saja, aku tidak bisa asal curhat pada tiap orang kecuali yang sudah sangat terpercaya, sehingga lewat dunia maya ini setidaknya aku merasakan sedikit kelegaan, meskipun yang membacanya belum tentu mengerti dengan apa yang sedang aku utarakan. Entah bahasa tulisku yang acak-acakan atau mereka tidak bisa merasakan juga mengerti keadaan yang sedang kualami.



Inilah My Extraordinary, kehidupan introvert yang belum tentu semua orang mengalaminya. Sebenarnya kenapa aku terlahir sebagai orang introvert? Apakah itu faktor genetis? Mungkin, bisa saja, karena salah satu nenekku tampak pendiam, juga kakakku yang nyatanya seorang introvert akut. Apakah faktor lingkungan? Bisa saja, sebab selama ini hidupku 50% lonely. Kalau begitu, ini pasti sudah takdir, kalau sudah begitu, terima saja, dan syukuri apa yang ada.

Hidupku itu terasa penuh dengan keheningan, kegelapan, jauh dari keramaian, tak ada komunikasi, tak ada hubungan denga banyak orang, strange. Tapi, keadaan tersebut hanya kurasakan pada saat-saat tertentu saja  dan dalam menghadapi orang-orang tertentu pula. Tapi, tetap saja, aku lebih banyak berbicara dengan batinku sendiri ketimbang orang lain, biarlah kusimpan semua cerita rahasia yang kumiliki, toh mereka juga tidak akan mengerti. Sebenarnya, aku pernah berterus terang kepada sekelompok anak bahwa aku ini introvert, hal itu dilakukan untuk menyatakan alasanku dalam kelompok mengapa aku memiliki sikap yang tak biasa. Mereka sudah cukup baik mau mengetahuinya, tapi mereka tetap tidak bisa membiarkanku dalam sikap yang tidak menguntungkan itu, diam. Karena dalam sebuah tim kita harus dipandang sama.

Aku sangat sensitif terhadap perkataan orang dan juga pendengar yang tajam. Ketika perkataan mereka menyangkut apa yang sedang kukerjakan, aku langsung menindak lanjutinya dengan diam tanpa berkata apapun, meski aku tau, belum tentu mereka sedang membicarakanku. Batinku ini memang sangatlah cerewet dan mudah menerka-nerka yang belum tentu benar adanya. Aku juga tau, diam itu sangat mengerikan dipandangan orang lain dan aku sendiri. Sebuah sikap yang menandakan banyak arti serta banyak alasan.

Kemudian tentang kakakku, aku mengerti yang sedang dia rasakan, tapi apakah sebaiknya bersikap sedikit terbuka pada orang lain? itu yang menjadi pertanyaanku ketika kakakku sangat terdiam. Aku masih lebih untung daripada kakakku yang sedang akut itu. Terkadang aku kasihan, saat ia tidak bisa berkomunikasi terhadap orang lain lewat pembicaraan, sehingga dunianya kecil seperti katak dalam tempurung.

Bagi sebagian orang, itu adalah dunia yang aneh, tapi ini memang sungguh kenyataan. Ini bukan karena seseorang tak mau berkembang dan mencoba untuk keluar dari masalah itu, tapi apa boleh buat, ketika aku mencoba untuk berubah, aku kembali terdiam. Mencoba berubah lagi, kemudian diam lagi, begitu seterusnya. Semua itu memberika kesan bahwa dunia itu sudah ditakdirkan untukku. Mendorongku untuk membenci dunia luar.

Banyak sekali kekurangan yang aku miliki, saat hidupku tidak bisa maksimal, saat kusadar sedikitnya teman yang kupunya, sikap diam yang terlalu dan tidak pandai berhubungan dengan orang lain. Aku juga kurang menyukai perubahan, perubahan dalam arti harmoni hidup, misal sikap orang yang berubah 180 derajat, hidup di lingkungan baru, kehilangan sesuatu. Itulah saat penderitaanku, karena aku harus mempermalukan diri pada banyak orang.

Ketika masalah kepribadianku ini begitu ruwet, untungnya tak ada masalah lain yang sangat berat bagiku. Ingat kan, setiap ada kekurangan ada kelebihan, aku menyadarinya, sehingga mengurangi beban pikiranku. Tepi, aku tetap berusaha untuk memaksimalkan hidup meskipun itu sangatlah sulit mengingat akan keterbatasan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar