Senin, 30 April 2012

Introvert Orientation

Hari demi hari silih berganti, waktu terus berjalan tanpa kenal lelah. Seperti halnya kita manusia, juga harus tak kenal lelah dalam menjalani kehidupan ini. Berusaha, berjuang, meraih harapan, meraih cita-cita adalah hal yang dilakukan selama hidup. Tapi, semuanya diraih dengan jalan yang berbeda, dengan cara yang berbeda pula.
Kini, diriku belum berasa berarti, bisa dikatakan aku ini orang biasa, tidak ada hal yang istimewa dalam diriku, padahal 17 tahun sudah ku jalani. Maklum masa pancaroba ini, memang belum bisa dikatakan dewasa. Hari ini adalah hari penantianku dalam kelulusan di SMA, sudah serasa di ujung tanduk, hidupku akan segera berubah. Bagiku, ini merupakan hal yang mengerikan, aku sama sekali tidak menyukai perubahan, kecuali ketika aku memang benar-benar jenuh dengan keadaan yang ada. Dan kurasa aku hampir benar-benar merasakan kejenuhan.

Dalam sebuah cerita, ada tokoh yang sifatnya sangat buruk, ia cueknya bukan main, pelit, bodoh, tidak peduli terhadap lingkungan disekitarnya. Dia tidak memiliki seorangpun teman, yang lebih parah lagi, dia nggak peka dengan omongan orang lain. Dialah tokoh antagonis dalam cerita menurut pandangan orang-orang pada umumnya. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya, kenapa dia tidak memiliki teman? karena dia tidak mudah bergaul, karena dia tidak suka melakukan pembicaraan dengan orang-orang baru. Hal yang paling dibencinya adalah berkumpul dengan orang-orang bermulut besar. Masih bisakah dibilang antagonis? Karena tokoh itu adalah aku sendiri.
Tapi, aku merasa jenuh dengan keadaan yang seperti itu. Selalu aku terkurung dalam kesepian dan kesendirian yang kadang bisa membunuh batin. Andaikan aku tak memiliki sikap ini, aku tak akan jadi seperti ini. Apalah dikata, anugerah dari Tuhan adalah nikmat yang tidak boleh ditolak, aku terlahir dengan orientasi Introvert.
Kusadari sifat itu setelah aku menginjak di SMA, ketika pertama kali masuk sekolah, aku lambat untuk mengenal teman-teman sekelas, aku tak peduli dengan mereka, juga apa yang mereka omongkan, yang jelas disitu tujuanku hanya untuk sekolah, menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Sayangnya SMA berbeda dengan SMP, masa remaja yang bergolak, kemandirian mulai meningkat, contohnya saja adanya berbagai organisasi yang berdiri dengan pengurus-pengurus yang membutuhkan adanya hubungan sosial. Disitulah aku mulai tergerak untuk mengikutinya, tapi setiap kali pertemuan, aku hanya diam, padahal batinku terus melakukan diskusi berkepanjangan. Ini yang menjadi sandungan dengan teman-teman seorganisasi, mereka menyadari keberbedaanku dengan pikiran-pikiran negatif. Hatiku semakin sakit dengan prasangka buruk mereka. Jika kusebutkan, di SMA aku hanya memiliki teman dekat 3 orang saja. Coba bayangkan, betapa menyedihkannya diriku? Disitulah aku merasa rendah, aku seperti sampah yang tak berguna, dibiarkan hilang karena memang tidak penting dan tidak berarti.
Aku jenuh, jenuh dengan keadaan ini, semua orang seakan tidak ada yang mengerti dengan apa yang aku rasakan, meskipun kuceritakan, mereka mungkin tak mau berkomentar dan tak mau ambil pusing. Aku ingin pergi, pergi ke tempat yang berbeda, dimana orang-orang mau mendengarkanku dan tak heran dengan diriku yang selalu sendirian serta mereka tak pernah bertanya, “Kok diem?”, asalkan kalian tau, sebelum kalian berbicara dengan mulut kalian, aku sudah berbicara dengan batinku begitu lama.
Melalui hari-hari menjadi sangat sulit ketika bertemu dengan orang-orang yang terlalu banyak komentar, tapi aku juga benci selalu dalam kesendirian. Tidakkah membingungkan? Aku sendiri tak tau harus berbuat apa untuk bisa merubah dan menutup diri yang memiliki orientasi introvert ini.
Setidaknya kutuliskan semuanya disini sebagai obat penekan, agar aku tidak terlalu banyak berpusing-pusing dengan sifat introvert ini. Terimakasih jika mungkin ada seseorang yang sudi membaca entriku ini.
Smile (Smile outside, Crying inside)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar